• MELUKIS REALITAS KEJUJURAN PARIWISATA


    Memang benar berwisata itu "membeli pengalaman yang menyenangkan/ membahagiakan". Namun demikian, kita harus well informed sebelum berwisata tentang destinasi yang kita tuju. Kalau tidak, maka yang didapat adalah sebaliknya. Pulang wisata malah ruwet, dapat hotel butut, makanan tidak enak, tempat destinasinya jelek, orang-orang di destinasi tidak menyenangkan, ditambah lagi macet diperjalanan, kecopetan, dan hilang camera di hotel.

    Wisatawan membentuk pengharapan-pengharapan mereka berdasarkan pada pesan-pesan yang mereka terima dari penggiat wisata, teman-temannya, dan sumber-sumber informasi lain.

    Apabila penggiat wisata melebih-lebihkan manfaat yang akan diterima, wisatawan akan mengalami pengharapan yang tak terpenuhi (over promises under delivered), yang akan mengakibatkan ketidakpuasan. Makin besar kesenjangan antara pengharapan dan kemampuan produk wisata yang sebenarnya, makin besar pula ketidakpuasan wisatawan.

    Wisatawan sangat mengharapkan pelayanan dengan nilai spiritual kejujuran, dalam soal sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah dan kenangan), informasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah daerah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas dinamika pariwisata didaerahnya, berhak meminta penggiat wisata untuk jujur.

    Kejujuran merupakan suplemen utama dalam industri pariwisata. Dan domain ini menjadi hal yang mengesankan bagi wisatawan yang berkunjung. Manakala kesan itu melekat dan terkenang maka wisatawan akan berkunjung lagi.

    Sering penggiat wisata beranggapan destinasi yang jelek bisa bergulir di lapangan bila komunikasinya, perception management-nya oke. Ini tentu saja keliru. Tanpa pemahaman yang utuh, seorang penggiat wisata bisa terjebak menjadi manipulator persepsi.

    Kejujuran merupakan elemen utama sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari, yang secara nyata sudah terinternalisasi selama bertahun-tahun. Kejujuran dalam pariwisata adalah harga mati. Kejujuran yang disajikan penggiat wisata bagi wisatawannya merupakan kesan spesifik dan kenangan yang tak terlupakan, sehingga memungkinkan mereka untuk berkunjung kembali.

    Kejujuran penggiat wisata akan menguntungkan secara sosial, ekonomi. Karena hasilnya adalah pekerjaan yang cenderung berlangsung profesional, tertib sosial berlangsung stabil dan sektor ekonomi akan meningkat. Nilai kejujuran merupakan modal sosial yang harus dijalankan penggiat wisata secara konsisten.

    Terlebih dalam era digitalisasi ekonomi saat ini informasi promosi destinasi wisata dapat dengan mudah didapat dari media sosial. Tidak sedikit foto yang diunggah adalah hasil editan, informasi didramatisir sedemikian rupa yang bisa jadi tidak sesuai kenyataan.

    Kadang penggiat wisata lupa bahwa membangun destinasi wisata juga membangun citra destinasi. Pengetahuan yang cukup mengenai citra ini sangat penting dimiliki oleh para perencana kepariwisataan.

    Dalam mengembangkan kepariwisataan adalah penting bila kondisi nyata di suatu destinasi menyamai atau melebihi citra awal agar tercipta pengalaman berwisata yang memuaskan. Karena citra destinasi wisata berkembang perlahan, maka mutlak perlu dilakukan pengawasan dan “maintenance” yang berkala atas citra wisatawan terhadap destinasi wisata tersebut. Sehingga tidak bisa tidak, pengelola wisata yang membangun jaringan di dunia maya menyampaikan informasi sesuai dengan kondisi faktual di destinasi.

    Setidaknya ada dua jenis sumber citra yaitu: Organic Image Sources, dan Induced Image Sources. Organic Image Sources (dapat diartikan sebagai sumber pembentuk citra umum), adalah sumber pembentuk citra umum yang sering digunakan berdasarkan pendapat pribadi, pendapat kawan, relasi atau saudara (word-of-mouth reports), pendidikan dan media massa, serta berbagai medium informasi lainnya.

    Citra yang terbentuk dari sumber ini adalah uncontrollable oleh pengelola pariwisata karena berada diluar pengaruhnya. Sumber dari organik ini memiliki kebebasan dan cenderung dapat bersifat negatif, padahal mayoritas wisatawan banyak mengandalkan sumber pembentuk citra ini sebagai dasar pengambilan keputusan untuk berwisata.

    Induced Image Sources, adalah sumber pembentuk citra yang dibuat oleh pengelola pariwisata dengan maksud memperkenalkan dan membentuk citra yang diharapkan. Sumber pembentuk citra ini berbentuk pesan, tema, festival, kegiatan, fenomena alam, benda buatan manusia, serta berbagai peristiwa (events).

    Citra yang baik, yang tertanam dalam benak pasar potensial dan pasar aktual akan sangat berharga bagi pengembangan pariwisata. Dalam diri setiap orang, keinginan untuk berwisata (push factor) akan dan seringkali bertemu dengan citra dan daya tarik suatu destinasi (pull factor).

    Dalam sapta pesona kejujuran merupakan domain elemen ke 7 yaitu kenangan, yang merupakan nilai penting yang sangat positif khususnya untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Kejujuran adalah nilai hakiki dalam moral manusia yang kemudian tercermin didalam sikap sportivitas, tanggungjawab dan mudah dipercaya.

    Pada kenyataanya saat ini kejujuran penggiat wisata sebuah destinasi tampak mulai menurun, karena dorongan kebutuhan finansial ataupun godaan hedonisme akibat globalisasi yang tanpa disadari dapat merugikan dan menghambat pencapaian tujuan awal destinasi wisatanya.

    Apabila wisatawan punya kenangan pahit karena ketidakjujuran penggiat wisata maka wisatawan sulit untuk dibujuk berkunjung kembali meskipun dengan tawaran biaya yang lebih murah, aksesibilitas yang lebih mudah bahkan promosi disemua media komunikasi masa.

    Dengan demikian penulis setuju bahwa kejujuran adalah kekuatan utama yang harus dikedepankan penggiat wisata. Dengan kejujuran penggiat wisata maka kemasyhuran citra yang terbentuk “diluar” destinasi wisata akan menambah “kekuatan” bagi atraksi wisata disebuah destinasi.

  • 0 Comments:

    Post a Comment

    ALAMAT

    Cihanjuang - Cimahi, Jawa Barat

    EMAIL

    idoeyoptima@gmail.com

    TELEPON

    (022) 664 6418

    MOBILE

    +62 812-2137-498